Minggu, 29 April 2012

Bolehkah Anak Balita Mengkonsumsi Madu?

Balita Anda susah makan? 
Sebelum menderita kurang gizi, beri dia madu setiap hari. Dari penelitian terbukti, madu bisa menambah nafsu makan, menurunkan tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek, di samping itu lengkap kandungan gizinya.

Memberi makan anak-anak usia di bawah lima tahun (balita) memang gampang-gampang susah. Kalau si anak punya nafsu makan tinggi, orang tua tidak bakal repot. Diberi makan apa saja balita itu akan menyantapnya dengan lahap. Sebaliknya, anak balita yang bernafsu makan rendah atau susah makan, membuat orang tua sering kewalahan, bahkan hampir kehilangan akal untuk membujuknya makan.

Berbagai jenis makanan dicobakan. Reaksi si anak cuma membuang kembali makanan di mulutnya bila tidak sesuai kesukaannya. Celakanya, makanan kesukaannya justru kurang bergizi. Padahal, variasi makanan sangat perlu. Kalau keadaan ini berlanjut bisa-bisa si anak menderita kurang makan dan kurang gizi, sehingga mudah sakit. Akibat semua itu proses tumbuh kembangnya menjadi tidak normal. Yang paling merisaukan, bila ia menjadi bagian dari generasi tanpa masa depan (lost generation).

Meningkatkan nafsu makan
Untunglah ada hasil penelitian Y. Widodo. Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi di Bogor ini, tahun lalu membawa kabar gembira bagi para orang tua yang memiliki anak kurang energi protein (KEP). Ia melaporkan bahwa pemberian madu secara teratur setiap hari dapat menurunkan tingkat morbiditas (panas dan pilek) dan memperbaiki nafsu makan anak balita.

Penelitian dilakukan terhadap balita pasien Klinik Gizi, Puslitbang Gizi, yang menderita kurang energi protein (KEP) akibat krismon. Ada 51 balita usia 13 – 36 bulan yang terlibat dalam penelitian. Mereka dibagi menjadi dua kelompok, pertama Kelompok Madu (25 orang) sebagai sampel, dan kedua Kelompok Sirop (26 orang) sebagai kontrol. Kedua kelompok sama-sama diberi tambahan vitamin B-kompleks dan vitamin C (50 mg).

Indikator yang diamati antara lain data antropometri (umur, bobot badan, tinggi/panjang badan), sosial-ekonomi, recall konsumsi, riwayat kesehatan anak pada saat sebelum, selama, dan sesudah perlakuan sekitar dua bulan.

Hasil penelitian menunjukkan, tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek kelompok madu atau sampel menurun, nafsu makan meningkat, porsi dan frekuensi makan bertambah, sehingga konsumsi energi dan protein mereka juga meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapat sirop.

Manfaat kesehatan pemberian madu yang tampak dalam penelitian tersebut antara lain disebabkan oleh dua hal. Pertama, madu merupakan makanan yang mengandung aneka zat gizi sedangkan gula hanya mengandung energi atau kalori. Kedua, madu ternyata juga mengandung senyawa yang bersifat antibiotik.

Mengandung faktor pertumbuhan
Kandungan gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat seperti gula fruktosa (41,0%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan dekstrin (1,5%). Karbohidrat madu ikut menambah pasokan sebagian energi yang diperlukan balita.

Kadar protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%. Namun kandungan asam aminonya cukup beragam, baik asam amino esensial maupun non-esensial. Asam amino tersebut turut pula memasok sebagian keperluan protein tubuh balita.

Vitamin yang terdapat dalam madu antara lain vitamin B1, vitamin B2, B3, B6, dan vitamin C. Sementara mineral yang terkandung dalam madu antara lain kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor, dan sulfur. Meskipun jumlahnya relatif sedikit, mineral madu merupakan sumber ideal bagi tubuh manusia karena imbangan dan jumlah mineral madu mendekati yang terdapat dalam darah manusia.

Penelitian menunjukkan, madu juga mengandung faktor pertumbuhan. Dilaporkan, stek batang pohon yang dicelupkan dalam madu akan lebih cepat berakar dan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan stek yang ditanam tanpa perlakuan madu.

Madu juga mengandung zat antibiotik. Kandungan ini merupakan salah satu keunikan madu. Penelitian Peter C. Molan (1992), peneliti dari Departement of Biological Sciences, University of Waikoto, di Hamilton, Selandia Baru membuktikan, madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai patogen penyebab penyakit.

Beberapa penyakit infeksi berbagai patogen yang dapat “disembuhkan” dan dihambat dengan (minum) madu secara teratur antara lain penyakit lambung dan saluran pencernaan; penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), batuk dan demam; penyakit jantung, hati, dan paru; penyakit-penyakit yang dapat mengganggu mata, telinga, dan syaraf.

Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari Departement of Biochemistry, Faculty of Medicine, Universiti of Malaya, di Kualalumpur, paling tidak ada empat faktor yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri pada madu. Pertama, kadar gula madu yang tinggi akan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup dan berkembang.

Kedua, tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3.65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidupnya sehingga bakteri tersebut merana atau mati. Ketiga, adanya senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme patogen. Dan faktor keempat, adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri. Senyawa organik tersebut tipenya bermacam-macam. Yang telah teridentifikasi antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida.

Takaran minum madu
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan dari madu, cairan manis yang menjadi cadangan makanan koloni lebah ini harus dikonsumsi secara teratur. Dalam penelitian Widodo tersebut balita sampel diberi madu sebanyak 20 gram setiap hari. Madu tersebut tidak dianjurkan untuk bayi usia 0 – 4 bulan, karena makanan pertama dan yang utama untuk mereka adalah air susu ibunya (ASI). Setelah usia 4 bulan baru boleh diberi madu seiring dengan pemberian makanan tambahan sesuai anjuran.

Menurut Muhilal, 2-3 sendok makan madu 2 X sehari sudah cukup memadai untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh. Namun untuk penyembuhan atau pengobatan, madu lebih baik dikonsumsi dalam bentuk larutan dalam air karena akan memudahkan penyerapannya di dalam tubuh. Madu tersebut sebaiknya dikonsumsi dua jam sebelum makan atau tiga jam sesudah makan.

Selain menambahkan madu pada menu makanan balita secara teratur, tentu saja berbagai upaya kesehatan lainnya seperti pengobatan medis, pemberian makanan tambahan, dan imunisasi umum, harus pula dilakukan. Upaya tersebut akan lebih mempercepat upaya pemulihan kesehatan dan perbaikan gizi balita, terutama yang susah makan, sehingga mereka terhidar kemungkinan menjadi generasi tanpa masa depan.(source : sulastowo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar